Sabtu, 20 Agustus 2011

apakah kuitansi bisa berfungsi sebagai perjanjian?

Pertanyaan :

Salam hormat. Rekan saya (karyawan sebuah PT) melakukan tugas kantor mengambil uang di klien dan melakukan tanda tangan di kuitansi sekaligus menuliskan kata "kurang bayar Rp20 juta". Padahal keadaan sebenarnya sesuai surat pernyataan yang dibuat oleh klien utang tercatat masih Rp60 juta. Uang tersebut diambil melalui polisi yang meminta supaya rekan saya menuliskan kata "kurang bayar Rp20 juta". Rekan saya tidak mengambil keuntungan apapun ketika menuliskan kata tersebut. Pertanyaannya; (1) Apakah dengan tulisan di kuitansi tersebut utang klien PT rekan saya demi hukum terkoreksi menjadi Rp20 juta atau tetap 60 juta; (2) Apakah fungsi kuitansi sama seperti kontrak/perjanjian padahal tidak tertulis kata sepakat dalam kuitansi? Terima kasih, demikian.

Jawaban :

1.       Dari pertanyaan yang Anda ajukan, tidak jelas apakah rekan Anda tersebut mendapatkan kuasa dari Direksi sehingga berwenang untuk menandatangani suatu perjanjian atas nama Perseroan Terbatas (“PT”) tersebut. Sebagaimana diatur dalam Pasal 103 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa.

 

Arief Surowidjojo, advokat dari kantor hukum Lubis Ganie Surowidjojo menyatakan bahwa apabila rekan Anda tidak mendapatkan kuasa dari Direksi untuk mewakili perusahaan dalam membuat suatu kesepakatan/perjanjian, maka perbuatan yang dilakukannya (dalam hal ini mengubah jumlah utang) tidaklah mengikat PT secara hukum. Namun, perlu dibuktikan juga apakah sisa utang tersebut memang belum dibayarkan atau sudah dibayarkan dan berapa jumlah yang dibayarkan.

 

Jadi, dalam hal rekan Anda tidak mendapatkan kuasa dan tidak diserahi wewenang oleh direksi untuk menandatangani suatu perjanjian atas nama PT, maka demi hukum utang klien PT rekan Anda tersebut tidak terkoreksi atau tidak berubah.

 

2.      Dari penjelasan dalam poin 1 di atas, maka kuitansi dapat dianggap sebagai kontrak jika rekan Anda memiliki kewenangan untuk mewakili PT dalam melakukan perbuatan hukum dan pihak klien tersebut juga setuju untuk dituliskan dalam kuitansi tersebut “kurang bayar Rp20 juta” sehingga syarat-syarat sahnya perjanjian terpenuhi. Kesepakatan dapat terjadi dengan atau tanpa dituliskan kata “sepakat” dalam kuitansi atau kedua belah pihak menandatangani kuitansi tersebut. Dengan menyetujui secara lisan penulisan “kurang bayar Rp20 juta”, sudah dapat dikatakan kedua belah pihak menyepakati hal tersebut. Lebih jauh mengenai sahnya perjanjian simak artikel berikut ini:

-         Keberlakuan Perjanjian Kerjasama;

-         Batalnya Suatu Perjanjian

By:Klinikhukum

Rabu, 17 Agustus 2011

pendaftaran UMI hanya sampai tgl 20 agustus

Jadwal penerimaan maba UMI:
- pendaftaran hingga 20 agustus
- ujian masuk 22 Agustus
- ujian wawancara 23-25 Agustus
- pengumuman hasil ujian 3 September
- pendaftaran ulang dan pemeriksaan kesehatan 5-17 agustus
- pesantren kilat 19-24 agustus
- pengenalan perpustakaan 26-30 September
- Kuliah perdana 3 Oktober

Pendaftaran mahasiswa baru  di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar tinggal dua hari. Pendaftaran maba ini dijadwalkan ditutup 20 Agustus mendatang.

Rektor UMI Prof Dr Masrurah Moktar MA mengatakan untuk tahun ini UMI menargetkan menerima 4.000-4.500 mahasiswa baru. "Jumlah ini berkurang dari mahasiswa baru yang diterima UMI tahun lalu yang mencapai 6.000 mahasiswa baru," ujarnya.

UMI juga menyiapkan asrama mahasiswa bagi mahasiswa baru. Mereka akan menempati Rusunawa selama satu tahun sehingga dapat memudahkan maba yang berasal dari luar daerah untuk memperoleh tempat tinggal di tahun pertama di UMI

Minggu, 14 Agustus 2011

Perbedaan dan Persamaan dari Persetujuan , Perikatan ,Perjanjian dan Kontrak

Pertanyaan :

Selamat siang, saya ingin bertanya sebenarnya apa perbedaan dan persamaan dari persetujuan, perikatan, perjanjian, dan kontrak? Mohon dijelaskan. Terima Kasih.

Jawaban :

Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan persetujuan, perikatan, perjanjian dan kontrak ada baiknya kami paparkan definisi masing-masing.

 

Definisi persetujuan dapat kita temui dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”). Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.

 

Mengenai perikatan, disebutkan dalam Pasal 1233 KUHPerdata bahwa perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.

 

Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya “Hukum Perjanjian” (hal. 1) membedakan pengertian antara perikatan dengan perjanjian. Subekti menyatakan bahwa hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Demikian menurut Subekti.

 

Berikut definisi Subekti mengenai perikatan:

“Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.”

 

Adapun perjanjian didefinisikan sebagai berikut:

“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”

 

Kemudian, definisi kontrak (contract) menurut “Black’s Law Dictionary”, diartikan sebagai suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal yang khusus.

 

Selain itu, Ricardo Simanjuntak dalam bukunya “Teknik Perancangan Kontrak Bisnis” (hal. 30-32) menyatakan bahwa kontrak merupakan bagian dari pengertian perjanjian. Perjanjian sebagai suatu kontrak merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat para pihak yang pelaksanaannya akan berhubungan dengan hukum kekayaan dari masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut.

 

Jadi, dari pendapat para sarjana hukum tersebut di atas, persamaan yang dapat kita simpulkan antara lain:

-         persetujuan sama dengan perjanjian;

-         baik persetujuan/perjanjian, perikatan maupun kontrak melibatkan setidaknya 2 (dua) pihak atau lebih.

-         Dasar hukum persetujuan/perjanjian, perikatan maupun kontrak, mengacu pada KUHPerdata.

 

Mengenai perbedaannya, dari definisi-definisi yang telah dipaparkan di atas, kita dapat melihat perbedaannya adalah pada tahapan dan implikasinya.

 

Secara singkat, perjanjian/persetujuan menimbulkan perikatan. Perikatan itu kemudian disebut sebagai kontrak apabila memberikan konsekuensi hukum yang terkait dengan kekayaan dan mengikat para pihak yang saling mengikatkan diri dalam perjanjian. Menurut Ricardo, sebelum memiliki konsekuensi hukum, suatu perjanjian tidak sama artinya dengan kontrak.

Minggu, 07 Agustus 2011

membuat surat gugatan

Pertanyaan :

Bagaimana membuat surat gugatan? Bagaimana formatnya?




Jawaban :

Fauzie Yusuf Hasibuan dalam bukunya “Praktek Hukum Acara Perdata di Pengadilan Negeri” menyatakan bahwa persyaratan mengenai isi gugatan dapat dijumpai dalam Pasal 8 nomor 3 Reglement Op de Burgerlijke Rechts Vordering (“RV”). Menurut ketentuan tersebut gugatan pada pokoknya harus memuat:

 

a.     Identitas para pihak

Yang dimaksud dengan identitas ialah ciri dari penggugat dan tergugat yaitu, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, agama dan tempat tinggal, kewarganegaraan (kalau perlu). Pihak-pihak yang ada sangkut pautnya dengan persoalan harus disebutkan dengan jelas mengenai kapasitas dan kedudukannya apakah sebagai penggugat, tergugat, pelawan, terlawan, pemohon dan termohon;

 

b.     Alasan-alasan gugatan (fundamentum petendi atau posita) yang terdiri dari dua bagian:

1)     Bagian yang menguraikan kejadian atau peristiwanya (fetelijkegronden);

2)     Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtgronden);

 

c.      Tuntutan (onderwerp van den eis met een duidelijke ed bepaalde conclusie) atau petitum:

1)     Tuntutan pokok atau tuntutan primer yang merupakan tuntutan sebenarnya atau apa yang diminta oleh penggugat sebagaimana yang dijelaskan dalam posita;

2)     Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara yang merupakan tuntutan pelengkap daripada tuntutan pokok, tuntutan tambahan berwujud:

                          i.            Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara;

                         ii.            Tuntutan uitvoerbaar bij voorraad yaitu tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun ada perlawanan, banding dan kasasi. Di dalam praktik, permohonan uitvoerbaar bij voorraad sering dikabulkan, namun demikian Mahkamah Agung menginstruksikan agar hakim jangan secara mudah mengabulkan (permohonan tersebut, editor);

Catatan editor: Mengenai poin ini lihat juga Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1975 perihal Uitvoerbaar bij voorraad tanggal 1 Desember 1975, editor);

                       iii.            Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratair) apabila tuntutan yang dimintakan oleh penggugat berupa sejumlah uang tertentu;

                      iv.            Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsom), apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah uang selama ia tidak memenuhi isi putusan.

                        v.            Dalam hal putusan cerai sering disebut juga tuntutan nafkah bagi istri (Pasal 59 ayat [2], Pasal 62, Pasal 65 Huwelijks Ordonantie voor Christen Indonesiers, S. 1933 No. 74, S. 1936 No. 607 [HOCI] atau Ordonansi Perkawinan Kristen, Pasal 213, Pasal 229 KUHPerdata/Burgerlijk Wetboek) atau pembagian harta (Pasal 66 HOCI, Pasal 232 KUHPerdata).

 

3)    Tuntutan subsider atau pengganti

Tuntutan ini diajukan dalam rangka mengantisipasi apabila tuntutan pokok dan tambahan tidak diterima oleh hakim. Biasanya tuntutan ini berbunyi “Ex Aequo Et Bono” yang artinya hakim mengadili menurut keadilan yang benar atau mohon putusan seadil-adilnya.

 

Jadi, surat gugatan dapat dibuat dengan ketentuan sebagaimana dijelaskan di atas.

 
 

Dasar hukum:

1.         Huwelijks Ordonantie voor Christen Indonesiers, (S. 1933 No. 74, S. 1936 No. 607);

2.         Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)

3.         Reglement Op de Burgerlijke Rechts Vordering (RV) (S. 1847 No. 52 jo. S. 1849 No. 43);

Sabtu, 06 Agustus 2011

siapa yang berhak dan tidak berhak menerima remisi?

Pertanyaan :

Pada perayaan Hari Kemerdekaan RI, biasanya Presiden RI memberikan remisi/pengurangan masa tahanan. Apakah semua tahanan memperoleh remisi tersebut (baik tahanan baru atau tahanan lama) ataukah hanya kasus-kasus tertentu saja yang memperoleh remisi? Terima kasih.

Jawaban :

Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan (lihat Pasal 1 ayat [6] PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan – PP 32/1999). Jadi, dalam remisi yang dikurangi bukanlah masa tahanan, tapi masa menjalani pidana oleh narapidana dan anak pidana yang diputuskan sebelumnya oleh pengadilan.

 

Pihak-pihak yang berhak mendapatkan remisi adalah sebagai berikut:

1)     Narapidana dan Anak Pidana (lihat Pasal 14 ayat [1] huruf i dan Pasal 22 ayat [1] UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan), dan

2)     Narapidana dan Anak Pidana yang tengah mengajukan permohonan grasi sambil menjalankan pidananya serta Narapidana dan Anak Pidana Asing (lihat Pasal 11 Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi – Keppres 174/1999).

Jadi, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, remisi bukan diberikan kepada tahanan tapi kepada narapidana dan anak pidana.

 

Meski demikian, tak semua narapidana dan anak pidana berhak atas remisi. Narapidana dan anak pidana tidak mendapatkan remisi dalam hal:

1.      Narapidana dan Anak Pidana yang dipidana kurang dari 6 (enam) bulan;

2.      Narapidana dan Anak Pidana yang dikenakan hukum disiplin dan didaftar pada buku pelanggaran tata tertib Lembaga Pemasyarakatan dalam kurun waktu yang diperhitungkan pada pemberian Remisi;

3.      Narapidana dan Anak Pidana yang sedang menjalani Cuti Menjelang Bebas; atau

4.      Narapidana dan Anak Pidana yang dijatuhi kurungan sebagai pengganti pidana denda.

(Dasar hukum: Pasal 12 Keppres 174/1999).

 

Remisi yang dberikan pada peringatan Hari Kemerdekaan RI setiap 17 Agustus adalah Remisi Umum. Selain itu masih ada jenis-jenis remisi lainnya yaitu Remisi Umum Susulan, Remisi Khusus, Remisi Khusus Susulan, dan Remisi Tambahan. Lebih jauh mengenai jenis-jenis remisi dan cara mengajukan permohonan remisi, silahkan simak artikel jawaban kami sebelumnya: Bagaimana Prosedur Mengajukan Remisi?

 



 

Dasar hukum:

1.      Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

2.      Peraturan Presiden No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

3.      Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi

Selasa, 02 Agustus 2011

tanya jawab seputar hukum adat

Kemukakan ciri-ciri hukum adat?
1.Komunivistis Communal (kebersamaan dan kemasyarakatan) :Artinya manusia-manusia menurut hkm adat merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yg erat rasa kbrsamaan meliputi seluruh lapangan hukum adat
2.Magis-Religius (keagamaan)
Artinya menurut alam tradisional bangsa indonesia tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib,tidak ada pemisahan antara manusi dengan makhluk-makhluk lainnya
3.Konkrit :Artinya hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya hubungan-hubungan hidup yang konkrit yg benar-benar ada dapat di lihat dan di raba
4.Visual
Hubungan-hubungan hukum di anggap hanya terjadi oleh karena di tetapkan dengan suatu ikatan yang dapat di lihat atau tampak

Jelaskan lingkungan hukum adat?
1.Persekutuan Hukum (rechts gemenschaf) soepomo
Adalah segolongan manusia yang dalam perjalanan hidupnya bertingkah laku sabagai satu kesatuan terhadap dunia lahir maupun batin dan mempunyai tata susunan yang kekal dan tetap pengurus tersendiri dan harta benda tersendiri
2.Lingkungan Hukum (rechts Kring) van hollen Hopen
Suatu daerah yang garis-garis besar corak dan sifatnya adalah sama maka hukum adatnya adalah sama dan seragam pula
3.Hukuban hukun (rechts gouwen)soepomo
Adalah tiap-tiap lingkungan hukum itu masi dapat di bagi lagi atas beberapa lingkungan yang agak kecil


Kemukakan pembagian hukum adat menurut van dief?
Dalam bukunya Pengantar hukum adat indonesia hukum adat terdiri atas golongan hukum
a.hukum adat mengenai tata negara atau tata susunan rakyat meliputi susunan persekutuan-persekutuan hukum,lingkungan hukum, dan alat alat perlengkapannya
b.Hukun ada mengenai warga / hukum warga
Meliputi hukum pertalian sanak keluarga,hukum perkawinan,hukum warisan dll
c.hukum adat mengenai delik atau hukuman masyarakat terhadap orang yang melakukan pelanggaran

Jelaskan sistem kekeluargaan menurut hukum adat?
1.Garis pencar laki-laki(patrilinieal):Yaitu Perhubungan seseorang degan keturunaannya di hitung dri pihak bapak saja contoh Bali dan Ambon
2.Garis pencar perempuan( matrilineal):Yaitu perhubungan seseorang dengan keturunnanya di hitung dari pihak ibu saja seperti minangkabau
3.Garis pencar kedua belah pihak orang tua (parental):Yaitu perhubungan seseorang dengan keturunannya di hitung dri pihak bapak dan ibu contoh aceh kalimantan sulawesi madura dan suku melayu

kapan PERKAWINAN itu tidak sah?

Pertanyaan :

Teman saya baru saja menikah di catatan sipil di luar negri dengan seorang yang bukan WNI. Namun karena sesuatu hal, maka ia berniat untuk membatalkan pernikahannya. Ia dan suaminya berbeda agama, dan tidak pernah tinggal bersama. Yang ingin saya tanyakan adalah, apakah pernikahan tersebut sah di mata hukum Indonesia? Terimakasih

Jawaban :

Pada umumnya, dalam hukum perkawinan setiap negara disyaratkan adanya pencatatan perkawinan setelah perkawinan dilangsungkan. Adanya keharusan pencatatan suatu perkawinan tersebut sudah merupakan suatu syarat formil atau syarat administrasi di banyak negara.

 

Di Indonesia, berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1974 (UU Perkawinan) di nyatakan bahwa syarat untuk sahnya suatu perkawinan harus berdasarkan hukum agama dan harus dilakukan pendaftaran perkawinan di lembaga pencatatan perkawinan setempat. Sehingga perkawinan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia di luar negari dapat diakui sebagai perkawinan yang sah apabila telah di daftarkan di lembaga pencatatan setempat dan mendapat surat bukti perkawinan.

 

Selain adanya syarat pencatatan di negara setempat, hukum perkawinan kita juga mensyaratkan kepada setiap warga negara Indonesia yang melangsungkan perkawinan di luar negeri untuk segera mendaftarkan perkawinannya tersebut di lembaga pemerintah sekembalinya ke Indonesia.

 

Bila kita lihat pada ps.56 (1) UU Perkawinan dinyatakan bahwa apabila terjadi perkawinan antar warga negara Indonesia atau antar warga negara Indonesia dengan warga negara asing di mana perkawinan tersebut dilangsungkan diluar negari, maka perkawinan tersebut dinyatakan sah apabila telah dilakukan berdasarkan hukum perkawinan negara setempat sepanjang tidak bertentangan dengan hukum perkawinan Indonesia. Kemudian berdasakan ps.56 (2) UU Perkawinan menyatakan bahwa dalam waktu satu tahun setelah suami istri tersebut kembali ke Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka.

 

Jadi untuk dapat diakuinya suatu perkawinan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia di luar negeri, maka berdasarkan hukum perkawinan harus memenuhi dua persyaratan terlebih dahulu yaitu;

 

1) perkawinan tersebut harus berdasarkan hukum perkawinan negara setempat dan perkawinan tersebut harus didaftarkan di lembaga pencatatan untuk mendapat surat bukti perkawinan;

 

2) surat bukti perkawinan tersebut harus didaftarkan ke Kantor Pencatatan Perkawinan setempat selambat-lambatnya satu tahun setelah suami istri tersebut kembali ke Indonesia.

 

Setelah kedua syarat tersebut dipenuhi maka perkawinan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia tersebut adalah sah dan sama kedudukannya dengan perkawinan yang dilakukan di wilayah Indonesia. Sebaliknya, apabila kedua syarat tersebut tidak dipenuhi, maka perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri tidak diakui oleh negara karena tidak sesuai dengan hukum perkawinan yang berlaku.

 

Dalam UU Perkawinan maupun peraturan pelaksanaannya tidak diatur secara jelas mengenai perkawinan beda agama. Perkawinan antara mereka yang berbeda agama, harus memperhatikan hukum agama masing-masing yang mengatur mungkin atau tidaknya perkawinan tersebut dilangsungkan. Oleh karena itu, pola pengaturan yang dilakukan oleh UU Perkawinan ialah menyerahkan kepada hukum agama untuk menegakkan larangan perkawinan atau menentukan kebolehan perkawinan tersebut, khususnya bagi mereka yang berbeda agama. UU Perkawinan dalam hal ini cenderung untuk menyerahkan pengaturannya pada hukum agama, bagaimana menyikapi perkawinan antara mereka yang berbeda agama tersebut.

 

Namun demikian, UU Perkawinan secara implisit mengaturnya, dan hal ini dapat terlihat dalam UU Perkawinan yang mengatur hal yang berkaitan dengan perkawinan antara pasangan yang berbeda agama, yaitu:

 

a. Berdasarkan Penjelasan Pasal 2 UU Perkawinan yang menyatakan bahwa: dengan perumusan pada pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945. Yang dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam undang-undang ini.

 

b. Berdasarkan pasal 8 Undang-undang Perkawinan mengenai larangan perkawinan dimana dalam butir f pada pasal tersebut dinyatakan sebagai berikut: Perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.